Perawakannya kecil. Di wajah dan dahinya tampak jelas kerutan tanda  usianya sudah lanjut. Sambil menggendong karung plastik, dia berjalan  menyusuri pantai Pulau Untung Jawa. Seorang diri. Nenek ini cekatan  memunguti aneka benda plastik yang bertebaran di bibir pantai.
Satu, dua, tiga jam. Dia terus berjalan menyusur pantai, berharap ada  limpahan “rezeki” berupa sampah plastik yang terbawa oleh ombak Laut  Jawa. Sesekali dia rehat dengan berjongkok. Sudah pasti, dia sangat  kelelahan.
“Nenek itu orang yang paling kasihan se Pulau ini, Mas…,” kata salah  seorang penjual minuman keliling di pantai Pulau Untung Jawa.
Nenek itu sering disapa Nek Ami. Dia satu-satunya wanita sepuh yang  berprofesi sebagai pengumpul plastik bekas di Pulau Untung Jawa. Di  usianya yang sudah senja, dia masih berkutat dengan ketidakpastian  hidup.
Dalam sehari, rata-rata dia berhasil mengumpulkan 2 kilogram sampah  plastik yang kemudian dia jual Rp 2 ribu per kilonya. Sejak matahari  mulai terbit, dia sudah berangkat ke “kantor”-nya di pantai. Dia  mengacak-acak onggokan-onggokan sampah yang terbawa ombak.
“Nenek mah udah lahir lama sebelum merdeka, tong (Mas)…,” tuturnya.  Itu berarti usianya sudah lebih dari 65 tahun. Bisa jadi 70 atau 80  tahun. Sambil asyik memilah sampah, dia bercerita bahwa di pulau ini  tidak ada orang yang seperti dirinya.
“Orang pasti malu jadi tukang ngambilin ‘mainan’ (istilah dia untuk  sampah plastik), tapi mau begimana? Nenek masih butuh makan, nggak ada  yang ngejamin (menjamin),” ungkapnya
.
Obrolan kami berlangsung singkat, karena sudah mau magrib. Nek Ami  pamit pulang. Rumahnya ada di bagian belakang pulau. Sekira 10 meter di  belakangnya terdapat hutan bakau yang berbatasan dengan laut lepas. Air  di rumahnya pun asin. Rumah itu sangat sederhana. Di depannya terdapat  bangku panjang sebagai tempat dia biasa selonjoran selepas bekerja.
Mari berhitung sederhana. Harga sampah Rp 2 ribu per kilogram. Bila  Nek Ami ini hanya mampu “menghasilkan” 2 kilogram saja sehari, berarti  penghasilannya tiap hari hanya Rp 4 ribu. Sebuah angka yang hanya cukup  untuk membeli sepiring lontong sayur tanpa telur.
Namun, tidak terlihat kerisauan, kecemasan, atau keluh kesah di  wajahnya. Salut. Nek Ami adalah sosok yang tetap punya wibawa, harga  diri, dan martabat yang tinggi walaupun dia secara materi tergolong  dhuafa. Tidak terucap sedikit pun kata mengiba-iba dari bibirnya.
“Yang penting bisa makan apa aja, masih bisa jalan, masih bisa  ngeliat,”  ujarnya lirih sambil mengunyah sirih yang jadi camilan  favoritnya.
Nek Ami, boleh jadi miskin harta, tapi sungguh kaya jiwa. Nek Ami  secara tidak langsung menjadi bagian dari usaha pelestarian lingkungan  dengan menjadi pengumpul sampah.
Subhanallah hidup ini memang penuh dengan banyak hikmah .dari hikmah kehidupan yang sangat pahit sampai hikmah kehidupan yang membuat kita ingin hidup 1000 tahun lagi.
mudah-mudahan sepengal tulisan ini menjadikan inspirasi agar kita lebih baik lagi.
(sumber :http://www.eramuslim.com/hikmah/dhuafa/nenek-pemulung-di-pulau-untung-jawa.htm)
Sharing beauty,happiness,skin care , makeup, self reminder, love, Humanity and many more. collaborate or business contact me : nurulliani@gmail.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Rangkaian produk daycream dan night cream scarlet yang ngebuat auto glowing , (Brightly Ever After Day Cream and Night cream)
Hallo semua Assalamualaikum wrwb Ga lengkap nih setelah kemarin review serum scarlet , kayaknya wajib pake banget buat trial face cream y...
- 
Assalamuaikum wr wb hiatus setelah satu tahun (lebih kayaknya sih) , ya kali ini mau bahas tentang catering yang dipakai saat pernika...
- 
ALHAMDULILAH RESMI NURULLIANI SAFITRI MUTMAINAH S.KOM resmi tanggal 28 November WISUDA saya bukan peulis blog yang handal dan...

 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar